Blink : The Power of Thinking Without Thinking"

 Saya menemukan toko buku bekas di ol-shop dan membeli beberapa bagus dengan harga yang memuaskan. Ya, membeli buku bekas tidak menjadi masalah bagi saya selama kondisinya masih layak baca dan merupakan preloved original. Salah satu buku yang saya beli adalah buku international best seller karya Malcolm Gladwell yang berjudul Blink, edisi bahasa inggris. Karena subjudul dari buku ini adalah "The Power of Thinking Without Thinking" , saya berekspektasi buku ini ber-genre self-help yang akan mempercepat kita dalam pengambilan keputusan. Namun ternyata tidak demikian. Walaupun begitu, saya tetap menemukan hal-hal yang menarik yang akan saya tulis dalam catatan buku kali ini.

Buku ini memaparkan bagaimana dalam banyak kasus, snap judgement lebih akurat dari deliberate thinking yang dilakukan dalam pengambilan keputusan melalui proses yang disebut "thin slicing" . Namun dari contoh yang diberikan,ternyata hal ini hanya berlaku apabila anda adalah seorang ahli, meskipun penulis menuliskan bahwa kemampuan ini bukanlah keahlian magis yang misterius. Jadi, kesimpulan nya tidak begitu mengejutkan ketika solusi yang ditawarkan agar kita mempunyai snap judgement (yang sangat dipengaruhi oleh unconscious thinking) yang baik adalah melalui proses pembelajaran, latihan berulang, pengkondisian lingkungan dan menemukan konteks yang tepat. Ya, konteks yang tepat, karena tidak semua hal bisa diselesaikan dengan thin slicing. Bahkan dalam kasus tertentu, snap judgement ini justru bisa menghasilkan "error" yang menyesatkan.

Namun tidak saya sangkal bahwa sedikit penjelasan dari segi neurologi dan psikologi dari penulis berhasil menarik perhatian saya. Misalnya ketika penulis memaparkan tentang ventromedial prefrontal cortex. Bagian otak ini sangat berperan dalam pengambilan keputusan , berperan dalam melihat kemungkinan dan hubungan hubungan dari meluapnya informasi yang kita dapat dari luar, memilah dan memprioritaskan informasi mana yang membutuhkan perhatian kita dengan cepat. Kerusakan pada bagian otak ini akan membuat kita kesulitan menentukan informasi mana yang paling penting. Sehingga walaupun mereka mampu mengenali informasi yang mereka dapatkan, hal itu tidak cukup untuk membuat mereka bertindak sesuai dengan informasi yang terlah mereka dapatkan. "They knew intellectually what was right, but that knowledge wasn't enough to change the way they played the game."

Bahasan lainnya yang menarik buat saya (yang dalam kesimpulan disinggung kembali oleh penulis sehingga saya kira merupakan inti dari buku ini) adalah tentang unconscious thinking . Sebenarnya sudah banyak buku lain yang menerangkan pentingnya kita memperhatikan pikiran bawah sadar kita. Jadi buku ini fungsinya lebih seperti menjadi pengingat untuk selalu memaparkan diri saya pada hal-hal yang baik dan bermanfaat karena secara tidak langsung hal tersebut adalah bentuk pengkondisian bawah sadar yang berperan besar dalam cara pandang kita terhadap sesuatu. "The Giant computer that is our unconscious silently crunches all the data it can from the experiences we had, the people we've met, the lessons we've learned, the books we've read, the movies we've seen, and so on, and it forms an opinion." Begitu salah satu kutipan yang saya ambil. Dan yang lebih jelas adalah :
"Our first impressions are generated  by our experiences and our environment, which means that we can change our first impressions- we can alter the way we thin slice- by changing the experience that comprise that impressions." Ini salah satu hikmah mengapa agama islam mempunyai aturan yang jelas yang mengkondisikan para pemeluknya untuk tetap memaparkan dirinya dari hal-hal yang baik dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang sifatnya buruk.

Masih tentang pikiran bawah sadar, ketika kita berpikir atau mengambil keputusan melalui mekanisme tersebut dan dipaksa untuk memverbalkan pemikiran bawah sadar kita, maka kemungkinan besar akan terjadi verbal overshadowing . Hal ini terjadi karena perbedaan bagian otak yang kita gunakan untuk berpikir tentang gambar dan kata-kata. Gambar (yang dalam hal ini berbentuk memori) diproses di sebelah kanan sedangkan kata-kata diproses oleh otak kiri. Keakuratan akan berkurang ketika kita berusaha menjelaskan dengan kata-kata atas gambaran yang kita proses dalam alam bawah sadar kita, karena pikiran kita terbentur dari otak kanan ke otak kiri. Sesuatu dalam bawah sadar mereka ada dalam locked door. Kita tahu tapi sulit sekali untuk dijelaskan dengan akurat. Namun, hal ini tidak berlaku bagi para ahli, mereka mampu mendeskripsikan dengan jelas apa yang oleh orang biasa terkunci dalam tempurung otaknya. Dan begitulah, orang biasa bisa  menjadi dengan belajar dan berlatih bukan ?

Kegunaan me-thin slice- suatu kasus untuk mendapat snap judgement yang baik tidak hanya menguntungkan dari segi waktu , namun juga ketika kita dihadapkan di situasi dengan begitu banyak informasi yang bukannya membantu, namun justru membuat kita semakin  kewalahan dalam menentukan suatu keputusan. Dalam hal ini penulis memaparkan kasus yang sangat menarik, yaitu metode yang dibuat oleh seorang dokter untuk menentukan treatment yang tepat bagi orang yang dicurigai memiliki penyakit jantung, yang berhubungan langsung dengan fasilitas dan keuangan rumah sakit . Ini salah satu story-telling yang paling saya sukai di buku ini. Tetapi thin-slice yang dilakukan oleh dokter ini didapatkan melalui proses panjang melibatkan penelitian serius, ratusan kasus yang diolah melalui komputer. Pada akhirnya, sebelum kita bisa mempunyai snap judgement yang baik, butuh deliberate thinking yang lama dan panjang juga kan ?

Bahasan terakhir yang tidak kalah menarik adalah tentang membaca pikiran. Lagi-lagi di sini penulis berhasil bercerita dengan apik yang membuat kita mencoba memahami bagaimana cara kerja orang autis, yang diidentifikasi penulis sebagai orang yang tidak punya kemampuan dalam membaca pikiran. 
" They have difficulty interpreting  nonverbal cues, such as gestures and facial expressions or putting themselves inside someone else's head or drawing understanding from anything other than the literal meaning of words." Dalam pencontohan kasus ini, seorang pasien autis yang diteliti merupakan seorang laki-laki berpendidikan tinggi, yang bekerja dan hidup secara mandiri. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan meneliti gerak gerik si pasien saat menonton film tertentu untuk mengetahui hal-hal apa yang menarik perhatian mereka. Membaca pikiran seseorang paling bisa dilakukan dengan memperhatikan ekspresi wajah seseorang, namun orang autis tidak dapat melakukan ini. Bagi orang normal, saat melihat wajah seseorang, bagian otak yang memproses adalah sebuah bagian bernama fusiform gyrus yang memungkinkan kita membedakan ribuan wajah yang kita tahu. Sedangkan saat melihat objek/benda biasa, bagian otak yang berfungsi adalah yang less powerful bernama  inferior temporal gyrus. Dalam kasus orang autis, saat melihat wajah orang maupun benda biasa, bagian otak yang berfungsi tersebut adalah inferior temporal gyrus. 

Orang autis pada dasarnya mengalami kondisi blind-mind-reading ini secara permanen, namun bukan berarti orang biasa tak mungkin mengalami ini. Dalam kondisi stress yang tinggi (melebihi ambang stress yang bermanfaat) , orang dapat mengalami blind-mind-reading secara sementara. Untuk mnjelaskan hal ini, penulis dengan keahliannya, menceritakan bagaimana hal ini mempengaruhi polisi-posili di US dalam beberapa kasus pengejaran tersangka. "Our mind, faced with a life-threatening situation, drastically limits the range and amount of information that we have to deal  with. Sound and memory and broader social understanding are sacrificied  in favor of heightened awareness of the threat directly in front of us."

Jadi, walaupun buku ini belum bisa memberikan gambaran yang jelas untuk bisa "thinking without thinking" tanpa menjadi expert dulu, tapi banyak cerita dan hal - hal menarik yang penulis sajikan sehingga menjadikan buku ini tetap recommended untuk dibaca.

Komentar