Identitas Buku
Judul Buku : Ayah . . .
Pengarang : Irfan Hamka
Tebal Buku : xxviii + 324 hal
Cetakan : XIV
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : 2017
Ikhtisar
Buku berjudul “Ayah..” ini
berkisah tentang kenangan hidup seorang anak akan ayahnya, seorang tokoh ulama, sastrawan dan politisi
ternama . Namanya menempati di sudut hati tidak hanya masyarakat Sumatera Barat
–asal kampungnya- melainkan lebih luas masyarkat Indonesia, Haji Abdul Malik
Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan Buya Hamka. Beruntung penulis
memiliki kebiasaan menulis di buku harian nya, sehingga kita dapat meneladani
sosok Buya Hamka, seorang yang sangat lembut hati . Seorang yang tak pernah
mengenal kata “dendam” dalam hidupnya, seorang yang begitu pemaaf. Seorang Pramoedya
Ananta Toer memfitnahnya sebagai seorang plagiat di media yang di asuh
sastrawan terkemuka berhaluan kiri itu. Namun suatu ketika, Pram justru
mengirim calon menantunya yang muallaf untuk belajar islam pada Buya Hamka, dan
Buya Hamka menerima nya dengan sangat wajar, seperti tak ada apa-apa. Yang
tidak kalah menyentuh adalah kala beliau membesuk Moh Yamin dan membimbingnya
bersyahadat saat sakaratul maut, lalu ikut mengantarkan jenazah nya ke kampung
halaman nya di Sumatera Barat, padahan Moh Yamin telah melontarkan kebencian
pada buya selama berbulan-bulan saat
sidang Konstituante yang membahas penentuan dasar negara, akibat berbeda faham
dalam penentuan dasar negara tersebut. Tapi yang paling menakjubkan dari semua
itu, yang paling menyentak nurani adalah ketika Buya Hamka memenuhi permintaan
terakhir seseorang yang telah memenjarakan dan menyiksanya selama kurang lebih
2 tahun, atas tuduhan yang sangat tidka masuk akal. Buya Hamka menjadi imam
shalat jenazah untuk orang yang pernah membuat diri dan keluarganya begitu
menderita. Buya Hamka menjadi imam shalat jenazah Soekarno... Allah, terbuat
dari apakah hatinya ?
Sosok yang begitu lembut hati ini
adalah yang sangat berhati-hati dalam menjaga akidah. Beliau mengundurkan diri
dari ketua MUI ketika pemerintah memintanya memberikan fatwa yang membolehkan
seorang muslim ikut merayakan natal. “Kita
ulama telah menjual diri kita kepada Allah semata. Ulama yang telah menjual
diri kepada Allah , tidak bisa dijual agi kepada pihak manapun” . Pun
ketika istri beliau meninggal, dan beliau begitu terkenang dengan istrinya
sampai mengoyak hati ,beliau segera melaksanakan shalat taubat ! Cintanya
kepada istrinya tak boleh melampaui kecintaan seorang hamka pada Allah,
jelasnya kepada penulis ketika ditanya mengapa beliau sampai shalat taubat.. (Saya
merasa lumpur)
Buya Hamka yang mencintai membaca
dan menulis, telah menelurkan banyak buku, dan yang paling fenomenal adalah
Tafsir Al-Ahzar , yang ditulisnya ketika berada dalam penjara. Mengapa sosok
hamka menjadi sedemikian hebat ? Ternyata ada sesosok istri yang hebat
dibelakangnya. Buku ini juga menceritakan seputar pengalaman menyakitkan Buya
Hamka semasa kecil yang sangat berperan membentuk pribadi beliau menjadi kokoh
namun lembut itu. Antara lain perceraian kedua orangtuanya ketika beliau masih
kecil, celaan dari masyarakat karena beliau bahkan tidak tamat sekolah desa
yang hanya 3 tahun itu. Akhirnya beliau merantau belajar kepada tokoh-tokoh
besar di Jawa, Mekkah dll. Dari buku ini pula, kita dapat meneladani pegangan
hidup utama seorang Buya Hamka , yaitu : “ Niat
karena Allah harus diyakini, tidak terombang-ambing dengan niat lain”.
Kekurangan dan Kelebihan
Kehidupan seorang Buya Hamka
sebagai seorang ayah, suami, ulama, dan politisi dikemas dengan humanis dan
hangat, berhasil membuat pembaca memiliki gambaran kehidupan tokoh besar
tersebut yang sangat kaya dengan teladan. Tidak hanya menceritkan peristiwa-peristiwa
besar yang menguak pribadi seorang HAMKA yang begitu mengagumkan, tetapi juga
menceritakan peristiwa-peristiwa keseharian yang sarat akan pembelajaran. Di
era sekarang ketika ulah politisi begitu menyesakkan, sehingga sebagian orang
akan mengernyit mendengar kata “politik”, maka hadirnya buku tentang sosok “Buya
Hamka” menjadi semacam politisi yang dirindukan, politisi yang lillah. Politisi yang telah menjual
dirinya hanya kepada Allah.
Menurut saya, akan lebih baik
lagi jika peristiwa tertentu dijelaskan dengan lebih mendetail. Misal pengalaman-pengalaman buya ketika belajar di Tanah Jawa dan di Mekkah dan pengalaman menyakitkan Buya ketika kecil.
Kerenkan kk, sangat jelas dan rapi penulisannya
BalasHapus