Review Novel Sense and Sensibility by Jane Austen

Sudah kali kedua ini membaca salah satu karya "Jane Austen" yang sangat populer : Sense and Sensibility. Pada awal membacanya, aku yang terbiasa memandang sesuatu dengan garis besar cerita, berpendapat novel ini cukup klise. Namun, setelah kubaca ulang, sepertinya kekuatan utama novel Jane Austen memang bukan terletak pada ceritanya yang spektakuler, namun yang sangat menarik justru pada watak penokohan, latar zaman dan kebudayaan yang pada akhirnya sarat akan kritik dan moral cerita. Pada akhirnya ini merupakan novel yang indah dan sarat dengan pengajaran.

Tokoh sentris dalam novel ini adalah dua bersaudara yang sangat bertolak belakang wataknya namun saling menyayangi. Yang tertua bernama Elinor Dashwood (dan aku selalu membayangkan Emma Thomson sebagai Elinor) serta sang adik bernama Marianne Dashwood ( menurutku si cantik Kate Winslate sukses menghidupkan tokoh Marianne). Elinor adalah kakak yang bijaksana, selalu bersikap berdasarkan pertimbangan akal sehat dan sopan santun yang berlaku di zaman itu sedangkan sang adik adalah sangat mengedepankan perasaannya yang sangat peka, sehingga sering berbuat sesuatu dan mengambil keputusan hanya dengan menurutkan pada perasaannya saja. Dengan watak yang berbeda tersebut, sering terjadi pendapat perbedaan pendapat dalam banyak hal, Misalnya dalam memilih pasangan hidup. Bagi Marianne, hanya ada sekali cinta dalam hidup, dan itu untuk orang yang memiliki selera yang sama dengannya dan menjiwainya dengan sangat menggebu gebu. Marianne yang yakin tak mungkin menemukan sosok yang dapat ia cintai, suatu saat menemukan itu semua pada sosok Willoughby. Namun inilah istimewanya Marianne. Ia lahir untuk menyadari kekeliruan pandangannya sendiri dan melanggar pepatah-pepatah favorit dengan hal yang dilakukannya.
sumber foto : dok pribadi

Cerita ini bermula ketika Mrs.Dashwood yang sudah menjanda harus pindah ke rumah kecil di Devonshire bersama tiga anak perempuannya. Di sana mereka bertemu dengan tetangga-tetangga dengan berbagai karakter namun secara umum cukup ramah dan baik hati. Ini adalah cerita perjalanan Elinor dan Marianne menemukan cinta mereka yang sarat akan pelajaran , humor serta kritik dari penulis sendiri. Humor-humor halus terselip dalam watak dan cara pandang seorang tokoh pada suatu keadaan. Karakter setiap tokoh begitu hidup, jadi walaupun ada tokoh protagonis dan antagonis,  aku menyukai bagaimana Austen menggambarkan kekurangan dan kelebihan mereka secara manusiawi. Salah satu bentuk kritik umum yang dilontarkan penulis adalah pada paradigma zaman tersebut yang mengukur nilai diri seseorang dengan harta yang dimilikinya. Sehingga bagi seorang gadis akan dipandang sukses apabila berhasil menikahi seseorang dengan penghasilan pertahun yang tinggi. Juga tentang kesopanan pada tamu dalam bentuk jamuan makan dan pesta dansa sering kali bercampur dengan keinginan tuan rumah untuk memamerkan kekayaan dan menunjukkan betapa terhormat dirinya karena hartanya itu. Sehingga berapa ribu pounds yang dihasilkan seseorang dalam setahun adalah hal yang lumrah diketahui oleh tetangga - tetangganya. Selain uang, beberapa hal yang sangat dihargai dalam diri seseorang pada zaman itu adalah tata krama , wawasan, dan selera seseorang pada seni tertentu.

Moral cerita yang sangat kental dapat kita pelajari dari perbedaan watak yang menghasilkan respon yang berbeda dari tokoh ketika menyikapi suatu keadaan. Pada salah satu adegan yang menyakitkan dalam novel ini ketika Marianne yang sangat bersemangat menerima tawaran tetangganya (yang sebenarnya tak begitu disukainya)  Mrs Jennings untuk menginap di London demi bertemu dengan pujaan hatinya yaitu Willoughby hanya untuk mendapati bahwa kekasihnya telah bersama perempuan lain. Marianne begitu terpuruk dan terguncang. Ia terus menerus memupuk rasa sedihnya sampai akhirnya jatuh sakit. Elinor dengan sabar terus merawat dan menghibur adiknya namun adiknya justru menganggap Elinor tak mengerti perasaan yang dialaminya karena menurutnya Elinor terlalu dingin.Sampai suatu ketika Marianne mengetahui bahwa ketika dirinya terpuruk dan memupuk kesedihan, Elinor juga sedang merasakan kesedihan yang tak kalah hebatnya. Laki-laki yan Elinor kira juga menaruh hati padanya ternyata telah bertunangan dengan orang lain yang menurut pandangan Elinor tidak begitu terhormat, bukan dari segi finansialnya, namun dari segi pengetahuan dan tata krama.

Salah satu bagian paling menarik dari novel ini adalah ketika Marianne yang dua kali mengalami sakit dan bahkan salah satunya sangat parah, dia berinstropeksi diri dengan semua kejadian yang menimpa dirinya serta bagaimana dirinya bersikap selama ini. Tentu sangat berbeda dengan Elinor yang sangat elegan  dalam menyikapi suatu masalah. Akhirnya dia memutuskan , walaupun kenangan akan Willoughby sulit terhapuskan, namun ia bertekad akan membatasinya dengan agama, akal sehat, dan kesibukan. Ini adalah kisah yang sangat indah namun manusiawi, bagaimana seseorang menyadari kekeliruan padangnya selama ini. Bukan hanya menerima kenyataan bahwa laki-laki impiannya bukanlah orang yang tepat baginya, namun juga tentang bagaimana dia harus menilai, mengubah sikap dan respon nya akan suatu hal dengan lebih adil, bukan hanya dengan menurutkan perasaanya.


Pelajaran serupa didapatkan dari kisah yang terjadi pada Willoughby, yang keburukan demi keburukannya diceritkan dengan luwes karena bersumber dari akar yang sama, yaitu keegoistisannya. Willoughby mewakili tipe manusia yang selalu bersikap dan merespon sesuatu hanya berdasarkan kenyamanan dan kesenangan pribadinya. Dia tak bisa menghargai perasaan tulus setiap orang yang menyayanginya karena yang selalu dia pikirkan adalah tentang kesenangan dirinya. Egoisme itu juga yang membuatnya terlambat menyadari akan perasaanya pada Marianne dan lebih memilih menikah dengan perempuan kaya karena takut akan kemiskinan. Pada akhirnya, walaupun telah memiliki kekayaan yang sangat diinginkannya dulu, ia tetap bahagia karena ia telah merasa menikahi orang yang salah. Aku akan mengutip pendapat Elinor tentang Willoughby yang sangat mewakili dan sarat pengajaran moral :
"Saat ini, " lanjut Elinor, "dia menyesali perbuatannya. Dan kenapa dia menyesal ? Karena dia merasa perbuatan itu tak memdatangkan hasil yang diharapkan. Tidak membuatnya bahagia. Keadaanya sekarang tidak buruk. Dia tak menderita seperti itu, dan hanya berpikir telah menikahi wanita yang temperamennya jauh lebih tak menyenangkan darimu. Tetapi apakah itu otomatis berarti dia akan bahagia dengan menikah denganmu ? Ketidaknyamanannya akan berbeda. ia akan menderita kesulitan keuangan yang, karena telah dihindarinya, kini dia anggap bukan apa-apa. Dia akan menikahi istri dengan kepribadian tak tercela, namun dia kan selalu membutuhkan uang, selalu miskin, dan mungkin akan segera menyadari bahwa kemewahan dari tanah hak milik dan penghasilan besar jauh lebih penting, bahkan untuk kebahagiaan rumah tangga, dibandingkan dengan temperamen seorang istri."


Masih banyak karakter-karakter menarik di tokoh ini seperti Kolonel Brandon yang begitu muram namun bijaksana dan memiliki kepedulian yang tinngi, Mr Jennings yang terlalu ingin tahu namun tulus luar biasa, Sir John Middleton yang selalu berupaya menyukai semua orang dan masih banyak lagi karakter unik lain yang akan mewarnai cerita ini.

Novel ini dipublikasikan pada tahun 1811 M, sekitar 6 tahun sebelum sang penulis meninggal. Latar waktu, tempat dan suasan yang kenal awal abad 19 ini sangat kuat digambarkan sang penulis sehingga kita akan ditarik ke zaman di mana ada banyak jamuan makan antar tetangga, pesta dansa, kebiasaan saling berkunjung bahkan menginap. Yang tak kalah menarik adalah penggambaran alam pedesaan serta rumah-rumah setiap tokoh yang diceritakan dengan indah. Ini adalah buku yang sangat cocok jika anda menyukai literatur klasik.

Komentar