Review Novel The Name of the Rose by Umberto Eco

Menulis review novel international best seller ini tak mudah, mengingat ini adalah salah satu novel paling gemilang yang pernah kubaca dengan bahasan yang sangat berbobot. Novel ini mengambil latar biara puritan abad pertengahan di suatu pegunungan di Italia. Zaman di mana dogma agama terasa sangat kuat di Eropa dan ilmu pengetahuan belum populer bahkan kadang bisa dianggap sebagai sihir atau bid'ah sehingga tak semua orang dapat menerimanya.  Zaman di mana gereja katolik sangat berkuasa dan terkenal akan Inkuistatornya (semacam dewan penghakiman gereja).
Cerita bermula ketika William dari Bakersville (Inggirs) yang merupakan seorang rahib cerdas dari ordo Fransiskan bersama dengan seorang muridnya, Adso dari Melk (tokoh "aku" dalam novel) mendapat tugas untuk mengungkapkan sebuah misteri pembunuhan dalam sebuah biara  kaya ordo benediktin yang megah. Biara yang pada masa itu memiliki perpustakaan paling "kaya" dalam dunia kristen dan juga berbagai harta karun berupa logam dan batu mulia. Latar keadaan pada waktu itu secara khusus adalah adanya pertikaian antara Paus Yohanes yang memindahkan takhta dari Vatikan ke Avignon dan seorang Kaisar, Lous dari Bavaria. Wiliam diminta untuk menyelesaikan kasus tersebut sebelum duta utusan Paus dan Kaisar yang sedang bertikai datang. Walaupun secara umum ordo benediktin memihak Paus, namun Abbas (mungkin sejenis kepala biara) memiliki kepentingan sendiri sehingga menjadikan biara tersebut tempat perundingan bagi kedua pihak yang bertikai.


Maka dimulailah petualangan William dan Adso. Di tengah pencarian dalang pembunuhan, ada perang antara iman dan logika. William yang seorang rasionalis harus berhadapan dengan keimanan (katolik) yang membabi buta. Jujur saja ada banyak sekali perdebatan teologis katolik dalam novel ini yang cukup rumit. Misalnya saja tentang tawa , kemiskinan kristus, dan kebid'ahan yang menjadi topik perdebatan seru para tokoh dalam novel ini. Belum lagi tentang silogisme dan metode penarikan kesimpulan yang menurutku sangat rumit yang mewarnai cerita ini. Namun di sana sini terselip humor dari sang penulis , misalnya dari beberapa kali cara Adso (si tokoh aku) dalam menilai gurunya yang jenius dan unik serta komentarnya pada suatu buku dan keadaan tertentu.

Masih jauh penyelesaian misteri pembunuhan pertama, terjadi rentetan pembunuhan lain yang secara aneh cocok dengan urutan tujuh sangkakala dari kitab wahyu. Pencarian akan dalang pembunuah berujung pencarian pada sebuah buku misterius yang disimpan dalam suatu bagian perpustakaan yang sangat sulit untuk dimasuki karena memang di desain untuk tidak dimasuki. Perpustakaan itu sendiri adalah labirin. Nantinya, William dan Adso sampai pada kesimpulan bahwa buku-buku di perpustakaan besar itu ditata sesuai peta dunia yang didasarkan pada tempat kelahiran penulis buku atau asal buku tersbut.  Di sini lah perang antara iman dan logika itu. Karena ternyata kebencian pada buku tersebut lah yang menjadikan adanya pembunuhan-pembunuhan tersebut. Buku tersebut dianggap sangat berbahaya dan keingintahuan akan buku tersebut sudah cukup untuk membahayakan seseorang.

Salah satu pelajaran moral yang dapat diambil dari novel ini adalah manusia memiliki berbagai macam hasrat kepada sesuatu hal di dunia ini. Penulis menggambarkan Paus dan Kaisar yang sangat berhasrat kepada kekuasaan, rahib-rahib yang sangat berhasrat kepada harta kekayaan, "lust" , dan yang paling menarik dicontohkan dari novel ini adalah orang-orang yang sangat berhasrat pada ilmu pengetahuan. Mereka berbeda dari orang-orang yang mencari ilmu untuk kemaslahatan orang banyak. Pencarian mereka justru didasari oleh dahaga pengetahuan yang tidak pernah puas karena bahan bakarnya adalah keangkuhan intelektual. Pengetahuan yang hanya untuk menghiasi dirinya, hanya untuk dipamerkan, Naudzbillahi min dzalik.. Selain itu ada juga perdebatan bagaimana seharusnya pengetahuan diperlakukan. Pengetahuan ada tidak untuk ditutupi dari orang awam, pengetahuan ada untuk memperbaiki hajat hidup manusia. Namun begitu pengetahuan tetap harus disampaikan dengan waktu dan cara yang bijaksana sehingga tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang jahat.. Sedangkan seorang antagonis bisa saja lahir dari kesalehan yang amat tulus, bersebab dogma yang diterjemahkan secara membabi buta sehingga mengalahkan akal sehat.

Ada hal yang sangat menarik yang kuketahui dari buku ini, yaitu masa transmisi ilmu pengetahuan dari dunia Islam (Baghdad) ke Eropa. Banyak ilmuwan-ilmuwan islam termahsyur beserta karya nya yang ditulis dalam buku ini. Tentu saja hal ini mendorong saya untuk mempelajari periode kejayaan islam di masa tersebut..

Pada akhirnya, ini merupakan salah satu novel berbobot yang sangat sayang untuk dilewatkan, apalagi jika anda adalah penggemar sejarah abad pertengahan dan sastra.


Komentar