Bisakah kita berjalan bersama lagi ?

Kita lahir di bulan yang sama, kau ingat ? aku hanya dua minggu lebih tua darimu. Nama kita sama sama pendek, milikmu hanya lebih panjang dua huruf dari ku. Ingatkah ? Pagi - pagi aku sering duduk di ruang tamu rumahmu, sedikit gelisah menunggumu sarapan, disuapi ibumu. Hari itu hari Juam’at. Ibuku tak pernah membedakan jumlah uang sesuai hari. Uang yang kudapat dihar Jum’at sama seperti hari hari sebelumnya. Maka aku harus mengurangi jatah jajanku demi bisa menyetor uang amal, separuh dari uang saku ku. Tapi kau tidak. Aku masih ingat hingga hari ini, kau selalu mendapatkan uang saku tambahan di hari Jum’at, untuk amal.
Kita akan berjalan bersama, menuju sekolah kita yang sederhana. Sepanjang jalan , kau akan membual tentang hantu. Kau bilang pernah melihat hantu, di tempat ini ada hantu, dan lebih gila, kau bilang kau adalah jelmaan hantu.  Satu hal yang aku sadari sekarang, kau adalah penakut yang terobsesi pada cerita hantu.
Sepertinya kita berbeda pendapat soal sekolah. Aku tak ingat pernah mengusikmu di kelas. Kita seperti punya kehidupan yang berbeda di sekolah . Aku dengan ambisiku, menyukai sekolah, belajar, upacara, senam, bermain bersama teman, berlomba menjawab pertanyaan guru, ingin selalu menjadi yang terbaik.. Dan kau, akan lebih menyendiri di sekolah, senam tanpa semangat , tak suka memperhatikan dan diperhatikan, dan kau jelas tak suka upacara bendera . Aku masih ingat bagaimana aku menertawakanmu ketika kau menjadi salah satu regu koor yang menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta. Suara malasmu tak bisa menyatu dengan yang lain. Seperti minyak yang dipaksa bercampur dengan air .
Hei, apakah aku menjadi sangat menyebalkan jika di kelas ? Aku pikir beberapa teman menganggapku begitu. Yah, aku secara terang-terangan melaporkan pada Bu Guru mereka mencontek saat ulangan kan ? Mereka tak boleh mengeluh padaku soal itu, itu kan curang ! Apa kau juga menganggapku menyebalkan ? Kurasa tidak, kau tak akan peduli soal itu kan ? Sepertinya kau lebih peduli pada bentuk bentuk awan yang terus menerus kau tatap sepanjang pelajaran. Aku tau kau terus menerus izin meraut pensil di luar kelas hanya untuk itu kan ? 
Mungkin hal yang sama sama kita sukai saat di sekolah adalah bunyi bel pulang. Aku cinta sekolah, tapi aku juga cinta bermain . Lagipula perutku sudah lapar. Di perjalanan pulang kau selalu lebih pendiam. Aku beberapa langkah di depanmu, mengobrol dengan teman-teman lain, mungkin membicarakan betapa menyebalkannya anak laki-laki (lupa kalau saat di kelas mereka pun membenciku) . Mereka tak pernah kehilangan ide untuk membuat kita sebal kan ? Emm, mungkin kau tak sebal, karena mereka tak pernah mengusikmu. Oke, kau tak peduli soal mereka dan kau tak tertarik membicarakan mereka. Pikiranmu sudah melayang-layang ke sawah kan ? Memikirkan rencana kita untuk mencari tanaman orang -aring. Menghitamkan rambut katamu ? Dengan berjalan jongkok di pematang sawah meraba-raba rerumputan di siang bolong ? Lihatlah sekarang rambut kita jadi kemerahan karena terpanggang matahari ! Dan satu kresek tanaman orang-aring yang kita kumpulkan hampir setiap siang tak mampu membuatnya hitam kembali. Tapi, siapa yang peduli ? Dan sore itu, di depan rumah sepupumu, kita sudah menumbuk orang-aring dengan batu batu kali dan mulai meraupkan nya pada rambut tipis kita kusut kita. 

Tentu saja ibuku marah setelah tau apa yang kita lakukan sepanjang siang minggu ini . Bermain di sawah sampai ke belakang Akper ! Menurut ibuku itu tempat angker ! Kau pasti antusias sekali mendengar kata "angker" itu. Sudah, lupakan saja . Besok kita tak bisa lagi ke sana. Sebaiknya kita memikirkan permainan yang menarik lain. Menyusuri sungai dengan pelampung dari ban dalam truk katamu ? Sangat menarik . Lia dan Linda ikut bukan ? Lia itu pemberani sekali, tapi Linda ? Aku harus terus membujuk suapaya dia tak membocorkan apa yang kita lakukan pada ayahnya. 
35 Inspirational Life Quotes
Source : https://id.pinterest.com/pin/256564510006037241/

Dan di sanalah kita sepanjang siang hari itu dan hari hari berikutnya : terapung apung di atas ban truk milik sepupumu. Kau masih ingat bagian paling menegangkan ? Saat tiba-tiba ban bergerak sangat perlahan di bawah jembatan tua , dan alih alih mengalir lurus, ban mulai mendekati tebing di sisi kiri sungai, kita tau di sana angker. Kita akan mulai merapalkan hafalan surat pendek  , dan , hei, kau lihat Lia ? Sengaja benar dia membuat ban oleng ! Dan kau, jangan menjerit-jerit begitu ! Tenangkan dirimu kalau kau tak ingin membuat kita tercebur ke air. Oh maaf, aku pun menjerit, kan ketika ban kita menabrak tebing dan Lia menendang tebing itu agar kita ban kita mengalir ? Syukurlah, masa kritis sudah lewat dan kita bisa bisa santai sejenak sebelum ban kembali bergerak mendekati tebing lain di sisi kanan sungai ! Dan tiba-tiba Lia bosan menyusuri sungai dan ingin melompat dari tebing. Kukatakan saja aku pun ingin. Hei jangan menatapku begitu, aku harus terlihat pemberani kan ? Dan sisa siang kita habiskan dengan bermain di air dan tak beranjak sampai kulit kita keriput dan perut kita kelaparan. Dan ibuku jelas marah lagi. Sungai itu juga angker, aku tak seharusnya menghabiskan siangku di sana ! Baiklah, kita pikirkan lagi apa yang harus kita lakukan siang esok. 

Ini malam minggu kan ? Apa kita akan bermain kukuruyuk lagi ? Tapi kata Mba Fifi akan ada petak umpet malam nanti, pasti ramai ! Anak-anak kulon gili ikut. Kita akan sembunyi di mana ? Sudah kukatakan padamu aku tak mau lagi bersembunyi di samping rumah taufik dan tanpa sengaja memegang payung hijau itu. Lebih baik aku masuk semak-semak teh-tehan. Tapi kita menunda diskusi tempat persembunyian. Kita sedang mengaji di rumah Pak Diwan. Bukan kita tak bisa mencuri-curi waktu untuk berdiskusi sambil menunggu giliran setor bacaan, toh semua orang mengobrol. Hanya saja aku selalu sibuk bertengkar ! Kau ingat anak laki-laki paling nakal di angkatan kita ? Dia sangat pintar memancing emosiku. Dia adalah musuhku di sekolah, di pengajian, dan di manapun kami bertemu. Kau tak akan percaya , kelak, ketika kita sudah menginjak kelas 5, dia mengatakan bahwa dia menyukaiku ! 

Menyukai ku, huh ? Apa benar orang yang melemparkan bola kasti ke punggung pipi dan matamu dengan keras itu menyukai ku ? Pipi dan mataku berdenyut sakit, tapi aku tak akan menangis. Dasar laki-laki ! Suka sekali bermain kasar. Tak bisakah melempar bola dengan lebih perlahan ? Seharusnya aku mengikuti jejakmu, tak usah ikut bermain jika ada anak laki-laki. Tapi tahukah kau ? Mereka tak akan pernah melemparkan bola mu dengan keras, mereka tak ingin membuatmu menangis. Seperti aku yang tak suka melihatmu menangis. 

Dan lihatlah, anak nakal itu membuat bola masuk ke dalam sumur tua ! Kami terpaksa harus mencari galah dan mengaitkan nya dengan keranjang kecil untuk mengambil bola itu. Tapi harus kuakui itu masih lebih baik . Anak-anak yang lebih tua sering membuat bola jatuh ke sungai . Aku sih senang-senang saja menuruni tebing sungai diantara akar-akar pohon tua dan semak-semak,  beramai ramai untuk mencari bola itu. Masalahnya tak ada yang tau persis di bagian mana bola terjatuh kan ? Jika jatuh ke tanah, semak-semak tinggi akan menyembunyikan dengan sempurna bola kasti hijau itu. Pencarian akan sangat sulit. Dan tidak beruntung juga jika bola jatuh ke air, karena bola mungkin saja sudah terbawa hanyut ketika kita sedang menuruni tebing sungai.

Bola sudah hilang, dan permainan kasti pun terhenti. Kau mengajakku menangkap kupu-kupu dan capung ? Boleh. Tapi aku tak mau lagi memandikan mereka seperti waktu itu. Kita membuat mereka mati ! Tapi anak-anak akan bermain di lapangan desa. Banyak diantara mereka yang akan membawa sepeda. Kita ikut mereka saja, dan berdoa tak ada lagi anjing yang mengejar selagi kita berlatih sepeda di lapangan. Atau kau mau membujuk Wita agar mau membolehkan kita ke gubuk di tengah ladang singkongnya lagi ? Kurasa dia tak akan mau. Terakhir kita ke gubuk itu, dia dimarahi ayahnya karena kita mencabuti singkong dan membakarnya tanpa izin.

Jadi, apa rencana kita selanjutnya ? Katakan padaku ketika aku pulang nanti. Jangan seperti ini. Jangan menunduk ketika berbicara padaku. Kau ini perempuan, tak usah begitu. Jangan berlari ketika aku mensejajari langkahmu. Bisakah kita berjalan bersama lagi ? Dan membual tentang hantu.

Komentar